Salah satu penerapan tauhid kita kepada Allah SWT adalah memaknai sebuah kejujuran dalam kehidupan sehari-hari. Bila pemahamannya terhadap aqidah sudah baik, tentu kehidupannya dipenuhi oleh rasa takut (khauf) dan harap (roja’) kepada Allah SWT. Berikut adalah bentuk-bentuk rasa jujur dalam penjabaran tauhid kepada Allah SWT yang dikutip dari buku “Kuliah Akhlaq” karya Drs. Yunahar Ilyas, M.Ag.:
1. Benar dalam Perkataan (Shidqul Hadits)
Setiap ucapan mengandung kadar kebenaran, baik dalam menjelaskan sesuatu, memberikan informasi, menjawab pertanyaan, melarang, memerintah, atau memilih kata-kata. Perkataan yang benar juga diistilahkan oleh Rasulullah saw. dengan perkataan yang baik. Dalam salah satu hadits, beliau bersabda,
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR Bukhari dan Muslim)
2. Benar dalam Pergaulan (Shidqul Mu’amalah)
Benar dalam bermuamalah dengan manusia membuat seorang muslim yang berakhlak baik tidak akan menipu maupun berkhianat. Di samping itu dia juga tidak akan berlaku sombong serta menjauhi segala bentuk yang tidak menyenangkan dalam pergaulan dengan sesama manusia. Dalam satu hadits, Rasulullah SAW bersabda,
“Bertakwalah kamu kepada Allah di mana saja kamu berada, ikutilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik dan Dia akan menghapuskannya. Dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik.” (HR Ahmad, Tirmidzi, Hakim, dan Baihaqi)
3. Benar dalam Keinginan (Shidqul Azam)
Benar dalam keinginan atau kemauan merupakan upaya mencegah tindakan-tindakan yang salah sehingga setiap keinginan atau niat yang hendak dilakukan oleh manusia semestinya sudah dipertimbangkan matang-matang sehingga tidak ada keinginan untuk melakukan hal-hal yang tidak dibenarkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Dalam satu ayat, Allah SWT berfirman,
“Dan kamu tidak menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan sementa alam.” (at-Takwiir: 29)
4. Benar dalam janji (Shidqul Wa’ad)
Dalam hidup ini kita sering berjanji kepada orang lain yang harus dipenuhinya, meskipun janji itu kepada anak yang masih kecil atau kita tidak ditagih orang. Dalam salah satu hadits Rasulullah SAW bersabda,
“Barangsiapa yang berkata kepada anak kecil, mari ke sini, nanti saya beri kurma ini. Kemudian dia tidak memberinya, berarti dia telah membohongi anak itu.” (HR. Ahmad)
Meskipun seseorang mau memenuhi janji, tetap saja dia harus mengucapkan insya Allah, karena ia tidak bisa memastikan seratus persen bahwa janji itu bisa ditepati karena ia memang tidak tahu apa yang akan terjadi sebelum saat janji itu harus dipenuhi. Tapi, jangan hanya mengucap insya Allah saja namun tidak menepati janji.
5. Benar dalam Kenyataan (Shidqul Haal)
Benar dalam kenyataan adalah memperlihatkan diri secara apa adanya dan mengatakan sesuatu sesuai kenyataan yang ada. Tidak perlu berbasa-basi, apalagi sekadar untuk memamerkan dirinya atau seolah-olah ia memiliki sopan-santun dan tata-krama yang tinggi.
Misalnya, seseorang yang perutnya lapar menolak tawaran orang lain untuk makan dengan mengatakan masih kenyang, padahal sebenarnya dia mau tapi dia ingin agar yang menawarinya makan agar agak sedikit memaksa, sementara orang yang menawarkan makan juga jangan sekadar berbasa-basi sehingga ia tidak begitu suka kepada orang yang begitu mudah mau ditawarkan makan. Rasulullah SAW bersabda :
“Orang yang merasa kenyang dengan apa yang tidak diterimanya sama seperti orang yang memakai dua pakaian palsu.” (HR. Muslim)
Dari penjelasan di atas, bisa kita simpulkan bahwa kebenaran dan kejujuran merupakan salah satu sendi terpenting dalam menata kehidupan bermasyarakat yang baik, tanpa itu tidak mungkin bisa berwujud saling pengertian dan tolong. Wallahu’alam bishawab
Posting Komentar